PERAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI DI INDONESIA
PERAN
PERDAGANGAN LUAR NEGERI DI INDONESIA
Disusun oleh :
Nama : INAS RIFQAH SARI (23216480)
Kelas : 1EB02
Dosen Pebimbing :
EVA KARLA
Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma
2017
PERAN PERDAGANGAN LUAR
NEGERI DI INDONESIA
1.
Pegertian
Perdagangan Luar Negeri.
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.
Perdagangan Luar Negeri adalah Perdagangan yang mencakup kegiatan Ekspor
dan/atau Impor atas Barang dan/atau Perdagangan Jasa yang melampaui batas
wilayah negara. Pemerintah mengatur kegiatan Perdagangan Luar Negeri melalui
kebijakan dan pengendalian di bidang Ekspor dan Impor.
Arti
Lain Dari Perdagangan luar negeri adalah perdagangan yang terjadi di luar
negeri, kegiatan perdagangan luar negeri tergantung pada kondisi pasar
hasil produksi maupun pasar faktor produksi, Setiap pasar yang saling
berhubungan satu dengan lain yang dapat mempengaruhi pendapatan ataupun
kesempatan kerja. Selain itu, permintaan akan sesuatu barang ditentukan oleh
pendapatan dapat menduga bahwa ada hubungan antara pendapatan satu negara
dengan pembelian barang luar negeri (impor). Jika pendapatan naik, maka
pembelian barang-barang dan jasa (dari dalam Negeri maupun impor) dapat
mengalami kenaikan.
2.
Jenis Perdagangan.
1) Ekspor
Dibagi dalam beberapa cara antara lain :
a.
Ekspor Biasa
Pengiriman
barang keluar negri sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang ditujukan kepada
pembeli di luar negri, mempergunakan L/C dengan ketentuan devisa.
b.
Ekspor Tanpa
L/C
Barang dapat
dikirim terlebih dahulu, sedangkan eksportir belum menerima L/C harus ada ijin
khusus dari departemen perdagangan
2) Barter
Pengiriman barang ke luar negri
untuk ditukarkan langsung dengan barang yang dibutuhkan dalam negeri.
Jenis barter antara lain :
a.
Direct Barter
Sistem pertukaran barang dengan barang
dengan menggunakan alat penentu nilai atau lazim disebut dengan denominator of
valuesuatu mata uang asing dan penyelesaiannya dilakukan melalui clearing pada
neraca perdagangan antar kedua negara yang bersangkutan.
b.
Switch Barter
Sistem
ini dapat diterapkan bilamana salah satu pihak tidak mungkin memanfaatkan
sendiri barang yang akan diterimanya dari pertukaran tersebut, maka negara
pengimpor dapat mengambil alih barang tersebut ke negara ketiga yang
membutuhkannya.
c.
Counter Purchase
Suatu sistem perdagangan timbal balik antar dua negara. Sebagai contoh
suatu negara yang menjual barang kepada negara lain, mka negara yang
bersangkutan juga harus membeli barang dari negara tersebut.
d.
Buy Back Barter
Suatu
sistem penerapan alih teknologi dari suatu negara maju kepada negara berkembang
dengan cara membantu menciptakan kapasitas produksi di negara berkembang , yang
nantinya hasil produksinya ditampung atau dibeli kembali oleh negara maju.
3) Konsinyasi (Consignment)
Pengiriman barang dimana belum ada pembeli yang tertentu di LN.
Penjualan barang di luar negri dapat dilaksanakan melalui Pasar Bebas ( Free
Market) atau Bursa Dagang ( Commodites Exchange)
dengan cara lelang. Cara pelaksanaan lelang pada umumnya sebagai berikut
:
a.
Pemilik brang menunjuk salah satu broker yang ahli
dalah salah satu komoditi.
b.
Broker memeriksa keadaan barang yang akan di lelang
terutama mengenai jenis dan jumlah serta mutu dari barang tersebut.
c.
Broker meawarkan harga transaksi atas barang yang akan
dijualnya, harga transaksi ini disampaikan kepada pemilik barang.
d.
Oleh panitia
lelang akan ditentukan harga lelang yang telah disesuaikan dengan situasi pasar
serta serta kondisi perkembangan dari barang yang akan dijual. Harga ini
akan menjadi pedoman bagi broker untuk melakukan transaksi.
e.
Jika pelelangan telah dilakukan broker berhak menjual
barang yang mendapat tawaran dari pembeli yang sana atau yang melebihi harga
lelang.
f.
Barang-barang
yang ditarik dari pelelangan masih dapat dijual di luar lelang secara bawah
tangan.
g.
Yang diperkenankan ikut serta dalam pelalangan
hanya anggita yang tergabung dalam salah satu commodities exchange untuk
barang-barang tertentu.
h.
Broker mendapat komisi dari hasil pelelangan yang
diberikan oleh pihak yang diwakilinya.
4) Package Deal
Untuk memperluas
pasaran hasil kita terutama dengan negara-negara sosialis, pemerintah
adakalanya mengadakan perjanjian perdagangan ( rade agreement) dengan salah
saru negara. Perjanjian itu menetapkan junlah tertentu dari barang yang akan di
ekspor ke negara tersebut dan sebaliknya dari negara itu akan mengimpor
sejumlah barang tertentu yang dihasilkan negara tersebut.
5) Penyelundupan (Smuggling)
Setiap usaha
yang bertujuan memindahkan kekayaan dari satu negara ke negara lain tanpa
memenuhi ketentuan yang berlaku. Dibagi menjadi 2 bagian :
a.
Seluruhnya
dilakuan secara ilegal
b.
Penyelundupan
administratif/penyelundupan tak kentara/ manipulasi (Custom Fraud)
6) Border Crossing
Bagi negara yang berbatasan yang dilakukan dengan persetujuan tertentu (Border
Agreement), tujuannya pendudukan perbatasan yang saling berhubungan diberi
kemudahan dan kebebasan dalam jumlah tertentu dan wajar. Border Crossing
dapat terjadi melalui :
a. Sea Border (lintas batas
laut)
Sistem perdagangan yang melibatkan dua negara yang memiliki batas negara
berupa lautan, perdagangan dilakukan dengan cara penyebrangan laut.
b. Overland Border (lintas batas
darat)
Sistem perdagangan yang melibatkan dua negara yang memiliki batas negara
berupa daratan, perdagangan dilakukan dengan cara setiap pendudik negara
tersebut melakukan interaksi dengan melewati batas daratan di
masing-masing negara melalui persetujuan yang berlaku.
3.
Faktor Pendukung.
Ada 5 faktor yang mendorong
perdagangan internasional, yaitu :
1)
Adanya Perbedaan Sumber Daya Alam
Perbedaan
sumber daya alam antara berbagai negara mengakibatkan ada sejumlah barang yang
tidak dapat dihasilkan oleh suatu negara. Akibatnya, negara yang tidak
memiliki sumber daya untuk menghasilkan suatu komoditas tertentu terpaksa harus
membelinya dari negara lain.
2)
Adanya Perbedaan Biaya Produksi
Perbedaan dalam
biaya produksi mengakibatkan perbedaan keuntungan yang akan diperoleh.
Negara yang mampu menekan biaya produksi lebihh murah akan memperoleh
keuntungan yang relatif lebih besar dibandingkan negara yang biaya produksinya
lebih tinggi.
3)
Perbedaan Selera
Adanya
perbedaan selera memungkinkan kita menjual barang-barang dalam negeri ke luar
negeri, dimana orang luar negeri menyukai barang yang diproduksi dalam
negeri. Begitu juga sebaliknya.
4)
Terbukanya Komunikasi dan Informasi
Antarnegara
Teknologi berguna
untuk mendapat informasi tentang berbagai produk dari luar negeri. Kita
dapat mengetahui barang apa yang diproduksi negara lain yang tidak bisa kita
produksi sendiri, barang negara mana yang mutunya lebih baik, biaya produksi
dari negara mana yang lebih murah, atau sebaliknya. Jika kita mengetahui
informasi tersebut, tentunya akan menjadi pendorong untuk melakukan perdagangan
dengan negara yang bersangkutan.
5)
Perbedaan Sumber Daya Manusia
Suatu negara
yang memiliki jumlah penduduk relatif banyak akan memproduksi barang-barang
yang lebih banyak mengandalkan tenaga manusia dibandingkan mesin.
Sementara itu, negara yang memiliki sumber daya manusia relatif sedikit akan
menghasilkan barang-barang yang lebih banyak diproduksi dengan mesin.
4.
Peran
Perdagangan Luar Negeri
1)
Pengaruh Ekonomis
a. Pengaruh
Ekonomis pada Kegiatan Konsumsi
Pengaruh ekonomis perdagangan
internasional pada kegiatan konsumsi, antara lain berupa semakin banyaknya
jumlah serta pilihan barang yang dapat dikonsumsi. Dengan adanya
perdagangan internasional, barang yang tersedia dipasar bukan hanya berasal
dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Kita jadi memiliki lebih
banyak pilihan barang yang akan kita konsumsi. Meskipun uang yang kita
miliki sama, namun pilihan barang yang dapat kita beli dengan uang tersebut
akan tersedia lebih banyak.
b. Pengaruh
Ekonomis pada Kegiatan Produksi
Perdagangan internasional memberikan
pengaruh yang besar pada kegiatan produksi. Sebelumnya sudah dibahas
bahwa perdagangan internasional akan mendorong setiap negara melakukan
spesialisasi sesuai dengan keunggulan yang dimilikinya. Spesialisasi yang
didasarkan pada keunggulan, akan membuat suatu negara berusaha memproduksi
dalam kualitas yang lebih baik serta jumlah yang lebih banyak.
Spesialisasi juga akan mendorong peningkatan produktivitas atau keahlian
pekerja. Semakin spesialis produksi suatu negara maka semakin tinggi
kualitas dan produktivitasnya.
2) Pengaruh
Nonekonomis
Selain pengaruh langsung yang
bersifat ekonomis, perdagangan internasional juga membawa pengaruh yang tidak
langsung dan bersifat nonekonomis. Pengaruh nonekonomis perdagangan
internasional meliputi aspek budaya, aspek pendidikan, aspek politik, dan aspek
militer.
a.
Perdagangan internasional dapat membuka hubungan
budaya antarnegara yang melakukan perdagangan, misalnya dengan mengadakan
pertukaran seni budaya antarnegara.
b.
Dalam aspek pendidikan, perdagangan internasional
dapat meningkatkan hubungan kedua negara dengan cara mengadakan pertukaran
pelajar antarnegara, memberikan beasiswa untuk belajar di suatu negara, atau
memberikan bantuan untuk membangun sekolah-sekolah di negara yang kurang mampu.
c.
Aspek politik dari perdagangan internasional adalah
meningkatnya jalinan kerja sama antarnegara yang berdagang.
d.
Perdagangan internasional dapat menjadi pintu pembuka
untuk kerja sama antarnegara dalam bidang militer, misalnya untuk mengawasi
penyelundupan barang-barang terlarang dan pembajakan yang dapat merugikan kedua
belah pihak.
5.
Dampak
Positif dan Negatif Perdagangan Luar Negeri.
1) Dampak
Positif
·
Terpenuhi kebutuhan akan berbagai macam barang dan
jasa
·
Penduduk di negara yang bersangkutan dapat memperoleh
barang dan jasa dengan mudah dan murah sebagai akibat dari adanya efisiensi dan
spesialisasi
·
Pendapatan atau devisa negara meningkat
·
Terbukanya kesempatan kerja
·
Terciptanya persahabatan dan kerjasama antarnegara
diberbagai bidang
·
Terdorongnya kegiatan ekonomi dalam negeri
·
Mendorong keinginan untuk meningkatkan produksi
·
Perdagangan internasional bisa mendorong lajunya
pertumbuhan ekonomi
2) Dampak
Negatif
·
Mundurnya industri dan produksi dalam negeri kalau
masyarakat lebih menyukai produk-produk luar negeri.
·
Munculnya ketergantungan kepada negara-negara maju
sebagai pemilik faktor-faktor produksi.
·
Adanya kecenderungan bagi masyarakat untuk melakukan
tindakan konsumsi secara berlebihan.
·
Terjadi perubahan pola dan kebiasaan konsumsi yang
tidak sesuai dengan tahap perkembangan ekonomi akibat dibukanya hubungan dengan
luar negeri.
6.
Contoh Kasus
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea
Analisis Kasus
Salah satu
kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus antara Korea dan Indonesia, dimana
Korea menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel
sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar. Tuduhan tersebut
menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar
2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya
tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy
paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun
tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya,
Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini,
kasus ini bermual ketika industri kertas Korea mengajukan petisi anti dumping
terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam
uncoated paper and paperboard used for writing dan printing or other grafic
purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada
tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti
Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk
sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan
lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti
dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik
kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar
8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan masalah
ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun
konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.
Karenanya,
Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB)
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui
proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan
Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO
dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel
DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya
praktek dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan
kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian
akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.
Penyelesaian Kasus
Dalam kasus
ini, dengan melibatkan beberapa subyek hukum internasional secara jelas
menggambarkan bahwa kasus ini berada dalam cakupan internasional yakni dua
negara di Asia dan merupakan anggota badan internasional WTO mengingat keduanya
merupakan negara yang berdaulat. Dan kasus dumping yang terjadi menjadi unsur
ekonomi yang terbungkus dalam hubungan dagang internasional kedua Negara dengan
melibatkan unsur aktor-aktor non negara yang berasal dari dalam negeri
masing-masing negara yaitu perusahaan-perusahaan yang disubsidi oleh pemerintah
untuk memproduksi produk ekspor. Dumping merupakan suatu tindakan menjual
produk-produk impor dengan harga yang lebih murah dari harga dan ini merupakan
pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan
melalui panel meminta agar kebijakan anti dumping yang dilakukan korea ditinjau
kembali karena tidak konsisten dengan beberapa point artikel kesepakatan
seperti artikel 6.8 yang paling banyak diabaikandan artikel lainnya dan
Indonesia juga meminta Panel terkait dengan artikel 19.1 dari Understanding on
Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta
Korea bertindak sesuai dengan kesepakatan GATT dan membatalkan kebijakan anti
dumping impor kertas yang dikeluarkan oleh mentri keuangan dan ekonominya pada
tanggal 7 november 2003.
Yang menjadi
aspek legal disini adalah adanya pelanggaran terhadap artikel kesepakatan WTO
khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan penentuan tariff seperti yang
tercakup dalam GATT dan dengan adanya keterlibatan DSB WTO yang merupakan suatu
badan peradilan bagi permasalahan-permasalahan di bidang perdagangan. Ini
menegaskan bahwa masalah ini adalah masalah yang berada di cakupan
Internasional, bersifat legal dan bergerak dalam bidang ekonomi. Sifat legal
atau hukumnya terlihat juga dengan adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah
Indonesia karena Korea dinilai telah bertindak ‘curang’ dengan tidak
melaksanakan keputusan Panel Sementara DSB sebelumnya atas kasus dumping kertas
tersebut yang memenangkan Indonesia dimana retaliasi diijinkan dalam WTO. Sekretaris
Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan
mengatakan dalam putusan Panel DSB pada November 2005 menyatakan Korsel harus
melakukan rekalkulasi atau menghitung ulang margin dumping untuk produk kertas
asal Indonesia. Untuk itu, Korsel diberikan waktu untuk melaksanakan paling
lama delapan bulan setelah keluarnya putusan atau berakhir pada Juli 2006.
Panel DSB menilai Korsel telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan
adanya praktik dumping kertas dari Indonesia. Pengenaan tuduhan dumping kertas
melanggar ketentuan antidumping WTO. Korea harus menghitung ulang margin
dumping sesuai dengan hasil panel maka ekspor kertas Indonesia ke Korsel kurang
dari dua persen atau deminimis sehingga tidak bisa dikenakan bea masuk
antidumping.
Panel Permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika putusan Panel Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang diderita. Dalam retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk atas produk tertentu dari Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan otoritas dumping Korsel mengenakan BMAD 2,8-8,22 persen terhadap empat perusahaan kertas, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp & Paper, dan PT April Fine sejak 7 November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping, KTC menetapkan margin dumping kertas dari Indonesia mencapai 47,7 persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD adalah plain paper copier dan undercoated wood free printing paper dengan nomor HS 4802.20.000; 4802.55; 4802.56; 4802.57; dan 4809.4816.
Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai prosedur terhadap Korsel. Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim surat pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November 2006 namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam pertemuan Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan industri kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita waktu cukup lama, paling cepat tiga bulan dan paling lama enam bulan.
Panel Permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika putusan Panel Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang diderita. Dalam retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk atas produk tertentu dari Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan otoritas dumping Korsel mengenakan BMAD 2,8-8,22 persen terhadap empat perusahaan kertas, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp & Paper, dan PT April Fine sejak 7 November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping, KTC menetapkan margin dumping kertas dari Indonesia mencapai 47,7 persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD adalah plain paper copier dan undercoated wood free printing paper dengan nomor HS 4802.20.000; 4802.55; 4802.56; 4802.57; dan 4809.4816.
Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai prosedur terhadap Korsel. Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim surat pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November 2006 namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam pertemuan Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan industri kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita waktu cukup lama, paling cepat tiga bulan dan paling lama enam bulan.
Kasus dumping
Korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan oleh Indonesia. Namun untuk
menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan sekarang maka indonesia
perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping
untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang
impor. Selain itu, diperlukan penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara
(BMADS) dalam rangka proses investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga
lebih murah dari harga di dalam negeri) yang diajukan industri dalam negeri.
selama ini, Indonesia belum pernah menerapkan BMADS dalam proses penyelidikan
dumping apapun padahal negara lain telah menerapkannya pada tuduhan dumping
yang sedang diproses termasuk kepada Indonesia. Padahal hal ini sangat
diperlukan seperti dalam rangka penyelidikan, negara yang mengajukan petisi
boleh mengenakan BMADS sesuai perhitungan injury (kerugian) sementara. Jika
negara eksportir terbukti melakukan dumping, maka dapat dikenakan sanksi berupa
BMAD sesuai hasil penyelidikan. Karenannya, pemerintah harus mengefektifkan
Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang merupakan institusi yang bertugas
melaksanakan penyelidikan, pengumpulan bukti, penelitian dan pengolahan bukti
dan informasi mengenai barang impor dumping, barang impor bersubsidi dan
lonjakan impor.
KESIMPULAN
Penjualan
barang oleh eksportir keluar negeri dikenai berbagai ketentuan dan pembatasan
serta syarat-syarat khusus pada jenis komoditas tertentu termasuk cara
penanganan dan pengamanannya. Setiap negara memiliki peraturan dan ketentuan
perdagangan yang berbeda-beda. Produk yang akan dipasarkan haruslah memiliki
standar mutu yang baik (export quality) sehingga dapat memuaskan konsumen serta
pengiriman barang yang tepat waktu yang dapat berdampak terhadap pemesanan
secara reguler. Disamping itu eksportir haruslah mengerti selera konsumen
negara tujuan ekspor. Kegiatan ekspor yang lancar akan ikut menyumbang
pendapatan negara dari sektor pajak ekspor disamping tentunya akan berdampak positif
berupa keuntungan yang diperoleh eksportir tersebut. Sementara itu untuk kasus
dumping Indonesia – Korea Selatan pada akhirnya dimenangkan oleh pihak
Indonesia. Namun untuk menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan
sekarang maka indonesia perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan
Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi industri dalam negeri dari
kerugian akibat melonjaknya barang impor.
DAFTAR PUSTAKA
Yasin, Muhammad, dan Sri Ethicawati. 2007. Ekonomi
Pelajaran IPS Terpadu Untuk SMP. Jakarta: Ganeca Exact.
Deliarnov. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial
Ekonomi Untuk SMP dan MTs Kelas IX. Jakarta: PT. Erlangga.
Sukmayani, Ratna, et al. 2008. Ilmu Pengetahuan
Sosial 3 Untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: PT. Galaxy Puspa Mega.
Komentar
Posting Komentar